bojonegorokab.go.id - Pemkab Bojonegoro melaunching sistem pemantauan kemiskinan berbasis Gerakan Desa Sehat dan Cerdas (GDSC) Bojonegoro di Hall Griya Dharma Kusuma, Selasa (26/07/2016). Acara yang dibuka secara resmi oleh Wakil Bupati Bojonegoro, Setyo Hartono, itu menghadirkan beberapa nara sumber antara lain Ketua DPRD Bojonegoro, Hj. Mitro'atin dengan tema desiminasi Perda No 6 Tahun 2016 Tentang Penanggulangan Kemiskinan. TKPKD Propinsi Jawa Timur dengan materi kebijakan program percepatan penanggulangan kemiskinan Propinsi Jatim dengan pemanfaatan BDT 2015. Narasumber lain yang diundang adalah DR.Bagong Suyanto,M.Si yang akan mengulas tentang analisi dan inovasi program percepatan penanggulangan kemiskinan Bojonegoro. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bojonegoro, I Nyoman Sudana menyampaikan sejak tahun 2010 penanganan kemiskinan di Bojonegiri melambat dan cenderung stagnan. "Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain karakteristik penduduk miskin yang kronis, banyak program yang kurang tepat baik lokasi maupun sasaran dan lemahnya sinergi antara lintas sektoral," katanya. Dikatakan kemiskinan masih menjadi issue utama diberbagai negara dibelahan bumi ini,meski beragam cara ditempuh namun kemiskinan masih menjadi bagian tak terpisahkan kehidupan manusia. Demikian juga di Kabupaten Bojonegoro kemiskinan menjadi salah satu benang kusut yang masih sulit diurai. "Namun lambat dan pasti kemiskinan di Bojonegoro terurai daru daerah termiskin nomer tiga perlahan lahan Bojonegoro merangkak menjadi Kabupaten yang tingkat pengentasan kemiskinan tercepatdi Propinsi Jawa Timur data ini di release oleh Bank Dunia beberapa waktu lalu," paparnya. Sementara itu Wakil Bupati Bojonegoro, H. Setyo Hartono dalam sambutannya menyampaikan bahwa jika Bojonegoro diurus dengan benar maka akan tuntas. Dulu Bojonegoro adalah daerah miskin nomer lima di Jawa Timur karena APBD yang kecil,kini sudah meningkat namun kemiskinan menjadi masalah. "Pengentasan kemiskinan melambat karena kebijakan yang salah. Tata cara SKPD yang dapat bantuan dari APBN maupun APBD masih seperti itu maka kemiskinan masih terjadi," ungkapnya. Menurutnya bantuan harus bersinergi,terukur. Karena sehebat apapun program jika implementasi tidak tepat maka jangan harap berhasil. "Bantuan yang digulirkan jatuh pada itu itu saja, bantuan yang diberikan ke desa minimal kades atau camat harus tau sehingga memudahkan pemantauan. APBD besar bantuan banyak namun kemiskinan tak bergeser," jelasnya. Berdasarkan data dari BPS bahwa lima daerah terbaik pengelolaan kemiskinan yakni kota Batu, Malang, Kabupaten Madiun, kota Surabaya dan Kabupaten Sidoarjo. "Jangan sampai kita kalah dengan Kabupaten tetangga seperti Blitar dan Nganjuk,ini adalah data yang direlease oleh BPS. Kinerja kita harus maksimal . Kita berbicara pemerintahan mulai kabupaten, kecamatan dan desa semua harus bertanggungjawab. Jika sistem pengelolaan kita masih seperti ini tak terukur maka jangan harap kemiskinan akan beranjak," tandasnya. Diakhir sambutannya Wabup menekankan beberapa hal yakni bantuan yang diterimakan dari APBN utamanya tepat sasaran dan bantuan tidak tersentral, kedua data harus riil jangan di manipulatif hanya untuk menyenangkan pimpinan baik Bupati ataupun Wabup. "Sudah betulkah kinerja kita dan sudahkan tepat sasaran. Penurunan kemiskinan diukur dengan berkurangnya jumlah penduduk miskin bukan sekedar angka yang penting adalah kita melakukan instropeksi diri, melakukan evaluasi dan membuka akses bagi orang yang berpotensi," pungkasnya. (***)