Jelang HUT TNI Ke- 71, Gelar Seminar Tentang Pahlawan Nasional

-
04 Oct 2016
1.560 seen

bojonegorokab.go.id - Dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke- 71, Kodim 0813 Bojonegoro menggelar seminar yang membahas tentang Pahlawan Nasional dari Kabupaten Bojonegoro RM. Tito Adhi Suryo,di Gedung Ahmad Yani Jalan Hos Cokroaminoto, Bojonegoro Selasa (04/10). 

Acara yang menghadirkan JFX. Hoery dan Anas A.G sebagai narasumber tersebut, dipimpin langsung oleh Dandim 0813 Bojonegoro, Letkol Inf M. Herry Subagyo dan diikuti 85 orang peserta perwakilan dari Mahasiswa/Mahasiswi se- Kabupaten Bojonegoro. “Sebagai pewaris sejarah kita tidak boleh melupakan sejarah itu sendiri, yang kita miliki dan nikmati sekarang ini. Sebab, hal ini merupakan upaya maupun hasil dan jerih payah atas pengorbanan para Pahlawan pendalu yang sudah berjuang” demikian disampaikan oleh Dandim 0813 Bojonegoro, Letkol Inf M. Herry Subagyo dihadapaan para peserta seminar. 

Untuk itu, Letkol Inf M. Herry Subagyo kepada para Mahasiswa mengharapkan, tidak sekali-kali untuk melupakan atau meninggalkan sejarah. Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya. “Dua puluh lima tahun mendatang adik-adik mahasiswa adalah generasi para pemimpin bangsa, sesuai dengan profesi masing-masing. Sehingga, kita jangan sekali-kali kita melu[akan sejarah itu,” harapnya. 

Sementara itu, JFX Hoery, Pemangku Sejarah Jawa Bojonegoro mengatakan bahwa Kabupaten Bojonegoro memiliki Pahlawan Nasional, yaitu R.M. Tiro Adhi Suryo atau yang biasa disebut TAS tahun 1880-1918. 

Menurutnya, R.M. Tiro Adhi Suryo tidak pernah mengangkat senjata dalam perjuangannya saat melawan penjajah Belanda. Namun, dalam perjuangannya hanya menggunakan senjata pena atau tulisan. “TAS (Tirto Adhi Suryo) merupakan perintis Pers Nasional, Koran yang dimiliki bangsa Indonesia pada tahun 1890an. Yang dijadikan beliau sebagai alat propaganda politik kebangsaan” ujarnya. 

Lebih lanjut, JFX. Hoery mengatakan, adapun alat propaganda politik kebangsaan itu berisikan wawasan kebangsaan, hukum budaya serta kesehatan dan sastra dengan motto berita Soenda, yaitu “Kepunyaan Kami Pribumi”. “Karena tulisan-tulisan beliau yang pedas dan mengkritik pemerintahan Belanda, sehingga TAS ditangkap. Karena dianggap dapat membahayakan pemerintah, setelah itu diadili dan dijatuhi hukuman buang ke Teluk Betung (Sumatera) serta Bacan (Maluku). 

Sekembalinya TAS dari hukuman itu, TAS menderita penyakit hingga akhirnya meninggal di usia muda (38) pada tanggal 7 Desember 1918,” terangnya. 

Dalam kesempatan yang sama, Pimpinan Redaksi Radar Bojonegoro, Anas AG menyampaikan memahami sejarah merupakan suatu hal yang penting. Sebab, segala sesuatu yang ada disekitar kita sebagian besar merupakan peninggalan sejarah. “Sehingga, harus dihormati dan dikenang. Sebagaimana bangsa yang besar adalah bangsa yang mau mengenang serta menghargai peninggalan sejarah,"tambahnya menandaskan. (Git/Kominfo)