Upacara Hardiknas dan Otoda Bojonegoro

-
04 May 2015
2.743 seen

bojonegorokab.go.id -  Pengibaran Sang Saka Merah Putih mengawali upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional dan Hari Otonomi Daerah di Kabupaten Bojonegoro yang digelar di Alun-alun, Senin pagi (4/5/2015).  Bertindak selaku inspektur upacara Bupati Bojonegoro, Drs. H. Suyoto, Msi. Upacara diikuti oleh jajaran TNI Polri, Mahasiswa. Organisasi kemasyarakatan dan pelajar mulai tingkat SD sampai dengan SMA sederajat.

Bupati Bojonegoro Suyoto, menjelaskan hari ini kita semua memperingati dua hal yakni peringatan hari Pendidikan Nasional dan hari Otonomi Daerah. Menurut Bupati Peringatan hari Otonomi Daerah mengingatkan kita bahwa Bangsa Indonesia pernah mengalami dimana cara mengelola pemerintahan berbentuk kerajaan, lalu kemudian ditanah nusantara kita dijajah oleh Belanda, Inggris, Portugis dan Jepang.

Kemudian kita memasuki masa yang disebut dengan masa sentralisasi pada orde lama dan orde baru. Disebut dengan sentralisasi  karena semua diurus dari pemerintah pusat, UUD mengamanatkan agar kita menciptakan kesejahteraan, meningkatkan kecerdasan umum dan ikut berperan aktif dalam ketertiban dunia.

Era orde lama dan orde baru semua diatur dengan pusat kemudian datanglah era reformasi dan era otonomi daerah. Otonomi daerah dimaksud adalah dimana pemerintah pusat, propinsi dan daerah bersama-sama bersinergi untuk menyelesaikan tantangannya masing-masing. Karena setiap daerah memiliki tantangan dan masalah yang spesifik, oleh karena daerah harus menyelesaikan masalahnya masing-masing.

Masih kata Suyoto, konteks Bojonegoro adalah kita pernah mengalami kemiskinan yang luar biasa yang disebut dengan endemic poverty. Dokumen sejarah kemiskinan ditulis oleh penulis Australia dimana kemiskinan merajalela dialami oleh masyarakat Jawa Bagian Timur.  Hal ini mengingatkan lahirnya politik etis pada masa penjajahan Belanda. Lalu apa yang membedakan antara penjajah dengan kita dijaman setelah kemerdekaan? yakni sama-sama ingin menciptakan kesejahteraan dan mendapatkan kekayaan.

Yang membedakan adalah penjajah hanya memikirkan sumber daya alam tanpa memikirkan sumber daya manusia. Karena itulah sejak Indonesia merdeka, kita bertekad untuk mengelola sumber daya alam tapi juga mengelola sumber daya manusia. Karena kesejahteraan tidak mungkin diwujudkan apabila sumber daya manusianya tidak berkualitas. Atas dasar itulah maka setiap saat dikumandangkan untuk menggelorakan semangat melalui upacara dan tekad seperti hari ini.

Lanjut Bupati,  diamanati bersama dengan 1,2 juta penduduk Bojonegoro. Yang harus kita pahami adalah 15 persen penduduk Bojonegoro hidup dalam kemiskinan dan sekian persennya hidup dalam kerentanan yang sewaktu-waktu bisa jatuh dalam kehidupan kemiskinan. Hidup di Bojonegoro mewarisi masalah struktural, salah satunya adalah 44 persen masyarakat kita mengaku petani namun tidak memiliki lahan.

Selain itu 18 Kabupaten dan kota setaip kali hujan, airnya mengalir ke Bojonegoro dan menjadi banjir. Karena itu untuk mensejahterakan masyarakat Bojonegoro membutuhkan terobosan-terobosan, tekad dan sinergitas seluruh elemen masyarakt Bojonegoro. Hari ini kita kemungkinan mendapatkan momentum bahwa kekayaan minyak dan gas bumi kita akan memberikan celah fiskal. Mengapa kemungkinan, seperti saat ini saja seharusnya kita mendapatkan 2,6 trilyun rupiah namun pada kenyataannya kita hanya mendapatkan 997 milyar rupiah. Karena turunnya harga minyak mentah dunia dan ini diharapkan akan membawa hal positif dalam keuangan kita.

Bupati menyebutkan bahwa ada tiga masalah besar yang harus kita diselesaikan. Yang pertama bagaimana nanti ketika ada uang dan minyak habis, bahwa setiap belanja yang kita lakukan harus betul betul efektif  dan dapat dipertanggungjawabkan. Kita harus bertekad bahwa uang yang kita terima harus kelola karena ada hak anak cucu kita. Kedua, belanja infrastruktur harus relevan dalam rangka mendukung upaya pertumbuhan ekonomi kita. Membangun infrastruktur jalan dan irigasi relevan dengan pertumbuhan ekonomi. Namun kita tidak boleh bermewah-mewah dalam membangun karena ada tantangan ketiga yakni kualitas sumber daya manusia Bojonegoro. (Atiek/Mbang Dinkominfo)