Rembug Stunting Bersama Stakeholder sebagai langkah percepatan penanggulangan Stunting di Bojonegoro
Bojonegorokab.go.id – Sebagai langkah percepatan penanggulangan stunting, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro menggelar acara “Rembug Stunting” Kabupaten Bojonegoro Tahun 2022. Acara digelar di Partnership Room, Lantai IV Gedung Pemkab Bojonegoro, Senin (4/7/2022).
Rembug Stunting merupakan bagian dari upaya konfirmasi, sinkronisasi, dan sinergitas aksi percepatan penanggulangan stunting dengan pelibatan peran stakeholder dan shareholder.
Dalam sambutannya secara virtual, Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah menyampaikan pemkab terus berupaya meminimalisir angka stunting dengan merumuskan dan memperkuat kerangka intervensi. Salah satunya dengan cara mendorong dan menguatkan konvergensi antar program pentahelix sebagai bagian dari upaya penurunan stunting di Kabupaten Bojonegoro.
“Pemkab Bojonegoro berkomitmen melaksanakan upaya penanggulangan AKI, AKB dan stunting yang selaras dengan program pemerintah pusat. Ini sesuai Peraturan Presiden (Perpres) nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting,” terangnya.
Para Perpres disebutkan Indonesia harus mencapai prevalensi stunting 14% pada tahun 2024. Itu artinya seluruh desa dan kelurahan di Indonesia harus bebas stunting 100%.
“Kami telah mengamanatkan Bojonegoro bebas stunting level ringan dan sedang mulai akhir Tahun 2022,” tandas Bupati Anna.
Di Bojonegoro, sejak 2018 sampai dengan saat ini angka kasus stunting selalu mengalami penurunan. Pada 2018, balita prevalensi stunting sebesar 8,76% (6.941 balita) kemudian berangsur menurun tahun 2019 sebesar 7,45% (5.868 balita). Angka stunting tahun 2020 tercatat 6,84% (5.192 balita) dan 2021 terdapat 5,71% (4.277 balita). Terbaru, hingga Februari 2022 tercatat turun menjadi 5,21% (3.804 Balita).
Meski demikian, jika data riil berdasarkan hasil bulan timbang Februari di Bojonegoro ini dibandingkan dengan data hasil survei nasional, prevalensi stunting di Kabupaten Bojonegoro tahun 2021 masih sebesar 23,9%, sedikit di atas Provinsi Jawa Timur yang sebesar 23,5%, dan dibawah angka nasional sebesar 24,4%.
“Posisi Kabupaten Bojonegoro berdasarkan skala survei nasional (SSGI) saat ini masih masuk Peringkat 14 terbesar se-Jawa Timur dan masih masuk dalam daerah lokus penanganan AKI, AKB dan Stunting,” tegasnya.
Oleh karena itu, untuk menuju Bojonegoro Bebas stunting, data menjadi hal utama. "Jangan sampai ada manipulasi data stunting,” lanjutnya.
Pemkab Bojonegoro selalu mendorong agar verifikasi dan validasi data stunting dari tingkat Posyandu sampai ke Kabupaten harus terukur dan terdata dengan akurat dan terstandar.
“Semakin akurat data yang dimiliki, segala intervensi program penurunan stunting akan lebih tepat sasaran,” tukas Buk e, sapaan akrab Bupati Anna.
Sementara itu, sesuai laporan dari Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bojonegoro, Anwar Murtadho, aksi intervensi pencegahan stunting diantaranya Intervensi Gizi Spesifik (berkontribusi 30%).
“Intervensi ini ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan," terangnya.
Intervensi spesifik ini memang bersifat jangka pendek. Hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek. Selain itu juga Intervensi Gizi Sensitif (berkontribusi 70%), yang ditujukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan.
“Sasarannya adalah masyarakat umum, tidak khusus untuk 1.000 HPK. Intervensi gizi sensitive,” pungkasnya.(*/NN)