bojonegorokab.go.I'd - Harapan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, agar lebih salur dana bagi hasil (DBH) migas sebesar Rp550 miliar 2015 dibayar secara bertahap akhirnya disetujui Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Namun lebih salur tersebut maksimal dibayar dalam jangka waktu selama tiga tahun.
"Aturannya maksimal tiga tahun," kata Kasubdit Bimbingan Tekhnis Direktorat Pendapatan dan Kapasitas Keuangan Daerah Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Cecilia Risyana saat berada di Bojonegoro beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Bupati Bojonegoro, Suyoto telah mengirimkan Surat bernomor 970/2556/412.39/2016 tertanggal 4 November 2016 kepada Kemenkue. Surat tersebut berisi permintaan agar lebih salur DBH Migas tahun 2015 dapat dibayar bertahap selama jangka waktu lima tahun.
Selain itu bupati juga meminta agar ada evaluasi terhadap Dana Alokasi Umum (DAU). Karena setiap perolehan DBH Migas tinggi, DAU yang diterimakan kecil. Namun ketika DBH Migas turun seperti sekarang ini, DAU yang dikucurkan tetap sama, tidak ada perubahan.
"Kami memahami kesulitan Bojonegoro. Kalau itu langsung dipotong pada 2017 nanti, tentu sangat mempengarhui APBD Bojonegoro," ucap Cecilia Risyana.
Cecilia mengungkapkan, terjadinya lebih salur ini disebabkan tidak sesuainya pagu Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN-P) alokasi DBH Migas tahun 2016 dengan realisasi. Dimana pagu yang ditetapkan sebesar Rp119 triliun, sedangkan dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp109 triliun.
Untuk menghindari lebih salur dan kurang bayar DBH Migas ini, pihaknya menyarankan kepada daerah penghasil kembali duduk bersama dengan Kementerian ESDM, SKK Migas, KKKS, dan pihak terkait lainnya untuk melakukan rekonsialisasi setiap tiga bulan sekali.
Menurut Cecilia, rekonsialisasi ini sudah tidak dilaksanakan lagi sejak 2014 lalu, sehingga daerah penghasil tidak mengetahui jumlah lifting secara berkala. Sedangkan di sisi lain, daerah penghasil kurang proaktif untuk menanyakan perkembangan lifting migas di daerah dan hanya menunggu laporan dari pusat.
"Saya sarankan Bojonegoro membuat surat yang ditujukan kepada Kemenku agar rekonsialisasi ini dijalankan lagi dengan dasar lebih salur yang terjadi di sini," ucapnya.
Sesuai data di Kemenku, sampai saat ini terdapat 180 kabupaten/kota di enam provinsi penghasil migas di Indonesia.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Agus Supriyanto mengungkapkan, dari target penerimaan DBH Migas Bojonegoro 2016 sebesar Rp2,4 triliun hanya terealisasi sebesar Rp900 miliar. Jika jumlah penerimaan tersebut dikembalikan untuk membayar semua lebih salur DBH Migas tentu akan menyebabkan gagal bayar terhadap sejumlah proyek di Bojonegoro.
"Ini bisa menyebabkan pemkab terancam gugatan hukum karena tidak bisa membayar proyek. Iya kalau kontraktor mau dengan jalan adendum, jika tidak kita bisa digugat," sambung Agus.(dwi/kominfo)