Membangun Kemandirian Ekonomi Desa Bojonegoro melalui BUMDesa

-
30 Dec 2016
17 dilihat

bojonegorokab.go.id - Dalam Rapat Koordinasi Penguatan Pelaku Ekonomi Perdesaan Bojonegoro, Selasa, 27 Desember 2016 mengemuka bahwa desa harus membangun kemandirian dalam aspek ekonomi. Salah satu pendorongnya adalah kelembagaan BUMDesa.

Rapat tersebut dihadiri oleh Drs. H. Setyo Hartono,MM Wakil Bupati Bojonegoro, Kepala Bappeda, Ir. I Nyoman Sudana MM, SKPD,Seluruh Camat, Kepala Desa dan Ketua BUMDesa dari seluruh desa dampingan Program Pilot Project Pengembangan BUMDesa. Pihakperusahaan perbankan juga hadir diantaranya: BNI, Bank Jatim ,BPR Bojonegoro, EMCL, JOB PPEJ, PEPC dan Pertamina EP4.Perwakilan dari Akademisi juga turut hadir yaitu dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta sekaligus sebagai narasumber tamu.

Rapat koordinasi tersebut juga dirangkai dengan pameran beberapa produk industry kreatif dari  BUMDesa dampingan serta Launching Buku Membangun Kemandirian desa melalui BUMDesa yang secara simbolis disampaikan oleh Manager Program BUMDesa Mahfudz Muharom kepada Wakil Bupati Bojonegoro dan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bojonegoro.

Dalam sambutannya, Wakil Bupati Bojonegoro, Setyo Hartono mengatakan usaha BUMDesa harus mandiri dan berkesinambungan. Jangan sampai awalnya bernama BUMDesa kemudian setelah usahanya maju dan berkembang kemudian beralih menjadi milik pribadi. Selain itu, dari sisi administrasi pembukuan keuangan, BUMDesa secara berkala harus melaporkan kepada pemerintah desa selaku penasehat BUMDesa dan pengawas BUMDesa serta kecamatan.  “Jangan sampai camat tidak tahu Perkembangan dan prospek usaha BUMDesa,BUMDesa harus menjadi lembaga yang terbuka, akuntabel dan dipercaya masyarakat,” jelas Setyo Hartono dalam sambutannya dalam Rapat  Rapat Koordinasi Penguatan Pelaku Ekonomi Perdesaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) di Partnersheep Room Lantai IV Gedung Pemkab Bojonegoro, Selasa (27/12/2016) pagi.

Apresiasi terhadap usaha BUMDesa juga diungkapkan oleh Syukur Priyanto, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bojonegoro. Dalam sambutannya Syukur mengungkapkan dirinya merasa bangga dengan perkembangan usaha BUMDesa di Bojonegoro. Hal itu dibuktikan dengan digelarnya beberapa produk hasil usaha BUMDesa, diantaranya kerajinan  sandal, kaos, aneka gerabah dan keramik, kerajinan kayu, pohon imitasi serta makanan ringan.

“Ini baru berjalan dua tahun, sejak 2015 hingga 2016 hasilnya bisa dilihat seperti itu. Seandainya BUMDesa ini dikembangkan lima tahun yang lalu niscaya akan menjadi lembaga yang luar biasa”, ungkapnya.

Oleh karena itu, dirinya berharap BUMDesa bisa disupport lebih maksimal oleh pihak terkait. Camat harus turun tangan ke bawah. Berkoordinasi dengan kepala desa, pelaku usaha dan masyarakat di tingkat desa. Desa A potensinya apa dan desa B dengan potensi apa?,Sehingga potensi masing-masing desa dapat diketahui dan dikembangkan lebih maksimal. Dengan cara tersebut, pendampingannya nanti juga akan tepat sasaran.“Apakah dari sisi teknologinya, Sumber Daya Manusianya, Permodalannya atau pemasarannya. Camat tidak boleh tinggal diam”, tegasnya.

Mas Syukur, demikian biasa disapa, juga menambahkan apapun program, jenis dan bentuk kegiatannya BUMDesa ke depannya bisa menguatkan kuantitas dan kualitas usaha dan kelembagaan BUMDesa. “Dan yang lebih penting, pendampingannya lebih real dan kongkrit. Saat ini masih ada waktu untuk merumuskan program ke depan. Jangan kita pangkas dan jangan kita pangkas dananya”, imbuhnya.

Ditambahkan olehnya, saat ini Pemerintah Kabupaten Bojonegoro tengah menggalakkan segala potensi pariwisata. Baik yang berbasis alam,budaya, maupun edukasi, misalnya khayangan api dan atas angin, buatan misalnya kebun blimbing dan salak atau budaya lokal, Suku Samin. Penggalakan sektor pariwisata Bojonegoro tersebut harus diiringi dengan konsep penguatan ekonomi. Ini yang harus ditangkap sebagai salah satu peluang pelaku usaha BUMDesa. Jangan sampai souvenir didatangkan dari luar daerah Bojonegoro. Dengan pembinaan yang sistematis dan terukur, berkesinambungan pengembangan usaha BUMDesa secara maksimal bisa terwujud.

Sumino, dari LPPM ISI Jogjakarta banyak menjelaskan tentang simulasi dai visualisasi pengembangan industry gerabah di Desa Rendeng Malo. “Setelah mendampingi gerabah Malo dalam pertengahan tahun 2016 lalu, saya yakin dengan perkembangan yang terjadi dan semangat warga desa,  dalam 4-5 tahun kedepan, gerabah Malo akan menjadi luar biasa”, ujarnya.

Bertindak sebagai narasumber, Kaepala Bidang  Ekonomi Bappeda Eryan Dewi Fatmawati, ME, MSE, Ak, yang menyampaikan materi tentang Refleksi Program Pengembangan Pilot Project BUMDesa serta tindak lanjut kedepan. Eryan menjelaskan porgres hasil dampingan pilot project di 51 BUMDesa yang tersebar di Bojonegoro, hasil usaha tiap BUMDesa, mekanisme pengelolaan, serta kemitraan yang telah dilaksanakan BUMDesa. Selain itu juga dijelaskan tentang pentingnya peranan desa dan kecamatan untuk tetap memantau program BUMDesa, jangan sampai apa yang telah dimulai dengan segala dukungan stakeholder menjadi stagnan dan mati ketika BUMDesa sudah dianggap bisa mandiri, dijelaskan pula oleh Eryan bahwa untuk rencana kedepannya, Bappeda melalui Bidang Ekonomi akan membuat program pendampingan kawasan ekonomi produktif yang akan memacu akselerasi komoditas dan perkembangan wilayah / sentra ekonomi di bidang pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, industry kreatif, kesenian, pariwisata, dan  budaya. Dengan mengembangkan kawasan ekonomi melalui pendekatan yang menyeluruh dari segala aspek, diharapkan mampu menjadi batu loncatan peningkatan perekonomian pedesaan, imbuhnya.

Seluruh peserta Rakor antusias dan semangat dalam mengikuti Rakor. Sebagian besar peserta dari Kepala desa dan Bumdesa sudah membuat rencana pengembangan usaha BUMDesa, masukan dan pertanyaan yang diberikan peserta antara lain terkait pemasaran, permodalan, dan  persyaratan pendirian kios pupuk.  Semangat dan komitmen bersama terlihat dari acara yang dilaksanakan, berbagai masukan dan feedback diberikan oleh peserta dan narasumber,  BUMDesa harus menjadi pelopor dalam pengembangan ekonomi pedesaan Bojonegoro.