Empat Pola Penularan HIV/AIDS yang Harus Dihindari

-
18 Jan 2017
3.373 dilihat

bojonegorokab - Ada empat pola penularan human immunodeficiency virus/ acquired, immune, deficiency, syindroma (HIV/AID). Yakni melalui darah cairan vagina, cairan sperma dan air susu Ibu.
 
Demikian disampaikan Dr. Ah Yusuf, S.Kp saat menjadi nara sumber dalam mini seminar Gerakan Masyarakat Peduli HIV/AIDS (GeMas/HIV/AIDS) yang diselenggarakan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Husada (STIKes ICsada) Bojonegoro bekerjasama dengan operator migas Blok Cepu, ExxonMobil Cepu Limited (EMCL), di lantai II Hotel Dewarna, Jalan Veteran, Rabu (18/1/2017).
 
Dr. Yusuf menyampaikan menjelaskan, cara penyebaran virus ini melalui tranfusi darah, jarum suntik bergantian seperti untuk tato atau tindik. Kemudian hubungan seksual dengan cara berganti-ganti pasangan, oral, anak dan vaginal. Serta hamil dan menyusui.
 
“Oleh karena itu kita harus menghindari itu agar tidak terjangkit virus ini,” ujar Rektor Kepala STIKES ICsada Bojonegoro itu. 
 
Dia mengungkapkan, penyakit ini menyerang pada sistim kekebalan tubuh. Sehingga memiliki perjalanan yang dapat diketahui cirri-cirinya dalam jangka waktu lama. Pada fase III antara 2-10 tahun dengan munculnya gejala awal seperti keringat berlebihan pada waktu malam hari, diare terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu tidak sembuh-sembuh, nafsu makan berkurang dan lemah berat badan terus berkurang, dan sistim kekebalan tubuh berkurang.
 
Kemudian pada fase IV, lanjut dr Yusuf, kekebalan tubuh sangat berkurang, timbul infeksi oportunistik, kanker (kulit), infeksi paru-paru, infeksi usus, infeksi otak (gangguan mental, sakit kepala, sariawan).
 
“Pada fase I antara satu sampai enam bulan dan fase kedua belum diketahui tapi sudah dapat menulari,” ucapnya.
 
Namun demikian, Dr Yusuf mengingatkan agar tidak memberikan stigma bagi orang yang sudah terlanjur terinfeksi virus ini (ODH). Karena mereka masih memiliki hak hidup yang sama dengan yang sehat dan membutuhkan dukungan baik dari keluarga maupun masyarakat secara positif.
“Yang dihindari adalah penyakitnya, bukan manusianya. Ini yang harus dipahami,” pesannya.
 
Pada bagian lain, dr. Hernowo menyampaikan tentang percepatan penyebaran HIV/AIDS di di dunia, termasuk di Bojonegoro. Menurutnya, jumlah penderita HIV/AIDS di Bojonegoro terus meningkat setiap tahunnya.  Percepatan penyebaran virus ini dipengaruhi oleh 3M. Yakni Man (laki-laki), karena 7 juta laki-laki menggunakan jasa pekerja seks komersial, sebagain besar adalah karyawan swasta, dan kurang dari 10 persen menggunakan kondom.
 
M ke dua adalah money. Hal ini disebakan oleh meningkatnya daya beli, dan industry seks komersial berkembang pesat. Sedangkan M k3 yakni mobility.
 
Sesuai data yang dimilikinya, lanjut dr Hernowo, jumlah penderita HIV/AIDS di Bojonegoro pada medio Januari hingga Desember 2016 lalu sebanyak 166 orang. Penyakit ini terbanyak menyerang wanita usia 40-44 tahun dengan jumlah kasus sebanyak 30 orang. Di susul usia 45-49 tahun dengan jumlah 27 kasus, dan 21 kasus pada usia 30-34 tahun.
 
“Terbanyak adalah ibu rumah tangga dengan jumlah 58 kasus, kemudian identitas tidak ketahui dan lain-lain di peringkat ke dua sebanyak 24 kasus, dan wiraswasta sebanyak 21 kasus,” sambung Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Bojonegoro itu.       
 
Karena itu, Pemkab Bojonegoro sangat konsen dengan masalah ini. Ada beberapa kebijakan dan upaya yang sudah dilakukan untuk menanggulangi penyakit ini. Yakni melalui penyusunan Peraturan Daerah (Perda) Penanggulangan TB-HIV yang saat ini telah pada tahap evaluasi Gubernur.
 
Kemudian pendampingan dan konseling penderita HIV di rumah dan rumah sakit desentralisasi suplai distribusi ARV di Kabupaten, pelatihan PITC pemeriksaan HIV di 36 layanan puskesmas, dan kolaborasi TB-HIV dan pemeriksaan pada ibu hamil (bumil) melalui program PPIA.
 
Selain itu, juga memberikan pelatihan perawatan jenazah berpenyakit menular termasuk HIV/AIDS kepada Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat (Kaur Kesra) atau modin, peningkatan pengetahuan komperehensif HIV pada usai produktif, menginisiasi dan mendorong terbentuknya LSM peduli HIV dan KPAD Kabupaten, perayaan hari HIV AIDS sedunia setiap tahun, dan pemeriksaan HIV di Hot Spot seperti eks lokalisasi, café, dan populasi kunci.
 
“Kami juga melakukan penyuluhan hotspot radio, dan penguatan pencatatan dan pelaporan melalui super visi berbasis elektronik atau online,” kata dr. Hernowo.
 
Manajer Program GeMas HIV/AIDS, Yusuf Efendi menjelaskan, kegiatan pada hari ini merupakan rangkaian program GeMas HIV/AIDS yang sudah dimulai sejak di-launching 1 Desember 2016 lalu. Sebab, sebelumnya telah dilaksanakan beberapa aktivitas di wilayah Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro. Tepatnya di Desa Gayam, Mojodelik, Bonorejo dan Brabowan.

"Beberapa waktu lalu sudah berlangsung survei mawas diri, mini lokakarya di tingkat desa beserta stakeholder terkait dan juga pendampingan di keluarga rentan," jelasnya.

Sementara itu perwakilan EMCL, Beta Witjaksono memberikan apresiasi yang cukup tinggi kepada Kampus Ungu, sebutan akrab STIKes ICsada Bojonegoro. Karena gerakan bersama ini sangat sukse dan bisa mendapatkan apresiasi yang bagus dari Pemkab Bojonegoro, DPRD hingga tingkat Muspika, desa dan masyarakat luas.

“Semoga memberikan manfaat lebih kepada masyarakat, terutama dalam gerakan peduli HIV/AIDS," kata Beta.(dwi/kominfo)