Kang Yoto : Menjadi Indonesia Harus Menerima Kebhinekaan

-
09 Aug 2017
275 dilihat

bojonegorokab.go.id - Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpol Linmas) Bojonegoro menggelar seminar dan dialog bertema "Membangun Negeri dengan Gotong-royong Tanpa Melihat Latar Belakang Perbedaan yang Ada Demi Merajut Kebhinekaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia" yang dilaksanakan di di Gedung Pertemuan Dharma Wanita, Rabu (9/8/2017). Acara yang dihadiri Bupati Bojonegoro, Suyoto itu menghadirkan beberapa pembicara antara lain Komandan kodim 0813 Bojonegoro, Letkol Inf M Herry Subagyo, Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB), dan Organisasi Kepemudaan dalam hal ini Komunitas Pemuda Lintas Agama dan Gus Sholahudin dari Praktisi agamis. Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Bojonegoro, Kusbiyanto menjelaskan kegiatan ini bertujuan meningkatkan wawasan kebangsaan bagi para pelajar di Kabupaten Bojonegoro. Menurut dia, keberagaman adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah bangsa, utamanya di Indonesia yang memiliki latar belakang agama, suku dan ras "Sejalan dengan janji kebangsaan, karenanya sudah menjadi tugas kita agar senantiasa menjaga dan menghormati. Demikian pula dengan keragaman di Bojonegoro sangat luar biasa. Apalagi Bojonegoro telah menjadi Kabupaten OGP danKabupaten Welas Asih," katanya. Menurut Kusbiyanto peserta kegiatan ini adalah generasi muda lintas agama yang ada di Bojonegoro. "Karena mereka akan diberikan referensi tentang nasionalisme dan ketrampilan hidup yang harus dimiliki generasi Bojonegoro," tegasnya. Warsito perwakilan dari Kementerian Agama (Kemenag) Bojonegoro dalam kesempatan tersebut mengingatkan kepada seluruh peserta agar menanamkan gotong royong dan kerja bakti. Dia mencontohkan salah satu budaya bangsa Indonesia yakni gotong royong dan kerja bhakti adalah bisa diterapkan di jenjang sekolah yakni tolong menolong dan mengerjakan tugas piket bersama seperti menyapu sebagai bentuk sederhana menerapkan budaya gotong royong. "Budaya ini adalah warisan leluhur yang sangat baik yang harus dijaga dan dilestarikan," pesan Warsito. Di tempat yang sama Bupati Bojonegoro yang familier disapa Kang Yoto menuturkan bahwa paradigma yang terjadi dari masa ke masa mulai masa kecil sampai masa remaja di bangku perkuliahan telah mengubah cara pandang. Ditambah lagi kesempatan bertemu dengan beberapa tokoh penting di negeri ini membuat wawasan dan pengetahuan semakin luas. Kang Yoto menceritakan di awal masa kuliah pandangan tentang pemerintah demikian sempit dan cenderung negatif. Namun seiring waktu dan banyaknya pergaulan membuat pandangan terhadap pemerintah lambat laun berubah. "Pandangan tentang pemerintahan itu harus dilihat dari berbagai sisi. Dengan berteman banyak tokoh membuat pandangan tentang pemerintah kita menjadi semakin luas," kata Kang Yoto Bupati mengungkapakan, dirinya pernah menjadi politikus dan aparatur pemerintah. Menjadi keduanya itu, kata dia, adalah proses yang harus dilakukan secara terus menerus. "Para pendiri bangsa kita menyadari betul bahwa Indonesia secara harfiah tanah dan tempat berpijak sudah ada. Namun jiwa atau ruh bangsa Indonesia harus senantiasa dibangun," pesannya. Bupati menegaskan untuk cita cita menjadi Indonesia adalah yang pertama menerima kebhinekaan, kesanggupan menerima kepahitan masa lalu dan menjadi lebih baik di masa depan, kesanggupan untuk menjaga Indonesia dan meluaskan hati dan jiwa. "Bojonegoro adalah miniatur keragaman Indonesia salah satunya bisa ditemukan di Desa Pajeng Kecamatan Gondang. Mereka menjalankan nilai gotong royong. Bahkan di desa itu mampu swadaya membangun gedung sekolah," jelas kang Yoto. Menurut dia hal penting yang bisa dipelajari dari Desa Pajeng adalah adanya loyalitas primer dan sekunder yang terjaga tanpa memandang agama dan faham. Semuanya saling mengerti dan memahami masing masing peran dan tanggung jawab. "Cara pandang yang berbeda dan diterima akan menjadi modal sosial dalam membangun. Pembangunan yang dilakukan akan berhasil jika ada ruang publik saling mendengar dan mau menerima sehingga saling melengkapi. Karena di era sekarang ini tidak ada lagi mengkotak kotakkan apalagi berbeda dinding apalagi berpikir paralel," pungkas Kang Yoto.