Bojonegoro - Peringatan 17 Agustus 2018 ini menjadi momentum bagi Organisasi Shiddiqiyyah untuk kembali menyuarakan pelurusan sejarah Hari Kemerdekaan Republik Indonesia menjadi Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Organisasi Shiddiqiyyah yang berpusat di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, itu telah menginstruksin kepada semua dewan pengurus daerah (DPD) di seluruh Indonesia untuk menggelar upacara 17 Agustus dan membuat banner pelurusan sejarah 17 Agustus adalah Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, BUKAN Republik Indonesia. Instruksi ini sebagai bentuk kecintaan terhadap tanah air Indonesia. Penanaman Cinta tanah air ini merupakan bagian dari iman yang diajarkan dalam Thoriqoh Shiddiqiyyah. "Kekeliruan yang sudah berlangsung lama sekali selama ini harus diluruskan. Dalam sejarah Indonesia yang mengalami penjajahan dan kemudian merdeka itu bukan Republik, tapi Bangsa. Di teks proklamasi sudah jelas Bung Soekarno dan Bung Hatta menyatakan atas nama Bangsa Indonesia, bukan republik," tegas Ketua Organisasi Shiddiqiyyah Wilayah Provinsi Jatim, Drs. Dwi Agung M.Pd kepada, Minggu (5/8/2018). Upaya pelurusan sejarah ini terus dilakukan Shiddiqiyyah. Diantaranya melalui pemasangan banner, spanduk, stiker, dan penandatangan petisi Kemerdekaan Bangsa Indonesia oleh Mursyid Thoriqoh Shiddiqiyyah, Kiai Moch Mukhtar Mukti bersama Bupati Jombang Nyono Suharil Wihondoko, dan Ketua DPRD Joko Triono di Lapangan Monumen Hubbul Wathon Minal Iman Ponpes Majma'al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman Shiddiqiyyah Desa Loasri, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, pada 19 Agustus 2016 lalu. Terbaru menggelar dialog kebangsaan dengan tema "17 Agustus 1945 Bukan Kemerdekaan Republik Indonesia Melainkan 17 Agustus 1945 Adalah Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan 18 Agustus 1945 Adalah Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia" di Gedung Nusantara V MPR Jakarta, Kamis 12 Juli 2018 lalu. Hadir sebagai pembicara dalam Dialog kebangsaan tersebut Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar, Ketua Lesbumi PBNU KH. Agus Sunyoto, Ketua Kajian MPR AB Kusuma, Ketua Program Studi Fakultas Hukum Univertsitas Bung Karno, Azmi Syahputra. Pada Dialog Kebangsaan yang digelar Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia tersebut Wakil Ketua MPR RI Muhaimin Iskandar mendukung pelurusan sejarah kemerdekaan negara Indonesia menjadi kemerdekaan bangsa Indonesia. Sebab, kemerdekaan bangsa Indonesia bermakna merdekanya rakyat dari penjajahan. Oleh karena itu, Ketua PBNU itu meminta kepada semua panitia kemerdekaan untuk mengganti tulisannya menjadi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, bukan kemerdekaan Republik Indonesia. "Rumusan asli kemerdekaan bangsa Indonesia ini sangat fundamental dan filosofis yaitu kemerdekaan lahir dan batin bukan hanya aspek material," tegas Cak Imin, panggilan akrabnya seperti dikutip dari laman merdeka.com. Upaya pelurusan sejarah ini juga mendapat dukungan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy. Melalui Peraturan Menteri (Permendikbud) No22/2018 tentang Pedoman Upacara Bendera di Sekolah, pada pasal 2 butir 1a telah disebutkan Peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus. "Pemerintah harus segera mengeluarkan Perpres untuk meluruskan sejarah Bangsa Indonesia. Agar anak cucu kita tidak salah memaknai maupun memahami kronologi dan arti perjuangan Bangsa Indonesia," tegas Dwi Agung kembali. (dwi/kominfo)