Mengubah Stigma Negatif Tayub Bojonegoro

Admin
01 Oct 2018
101 dilihat

bojonegorokab.go.id - Selama ini seni tayub identik dengan minuman keras dan perbuatan tak senonoh. Pagelaran langen tayub semalam suntuk yang biasa dijumpai di desa-desa membuka praktik tersebut. Stigma negatif pun melekat terhadap tontonan rakyat. Oleh karena itu, untuk mengubah stigma negatif ini, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bojonegoro, akan membatasi waktu pentas tayub. 

Sesuai kesepakatan yang disepakati dengan waranggana, pramugari, dan pengrawit, pagelaran tayub dibatasi maksimal pukul 01.00 WIB. "Itu akan disertakan dalam rekomendasi setiap izin pentas seni tayub yang kita keluarkan," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bojonegoro, Amir Syahid. 

Dijelaskan dengan pembatasan jam pentas seni tayub ini akan lebih mengedepankan kualitas kesenian tradisional tersebut. Baik dari tari, olah vokal maupun penampilan. "Para waranggana dan pengrawit sudah kita bekali dengan pelatihan dan tekniknya," tandasnya. ini pada nilai seni dan kualitas," tegas mantan Camat Balen itu. 

Untuk mengubah stigma negatif ini, Disbudpar juga mengenalkan seni tayub di kalangan pelajar pada acara Beso bareng warangga sak Kabupaten Bojonegoro di pendapa Pemkab Sabtu malam. Melalui pengenalan ini diharapkan mumunculkan minat pelajar, sehingga ada regenerasi pelaku seni tayub. "Selama ini mereka jarang, bahkan tidak pernah melihat kesenian ini karena tampilnya larut malam. Oleh karena itu malam ini kita undang mereka agar menyaksikan langsung bagaimana itu seni tayub," jelas mantan Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro itu.

Pada kesempatan itu, Bupati Bojonegoro Anna Muawanah sangat mendukung perkembangan kesenian tayub. Bahkan, untuk terus melestarikan kesenian tradisional ini, politisi senior PKB itu membuka seluas-luasnya Pendapa Malwopati Pemkab untuk latihan kesenian dan budaya para generasi muda. "Karena pemajuan kesenian dan budaya Bojonegoro menjadi salah satu visi kami," tegas Bu Anna, sapaan akrabnya. Mantan anggota DPR RI dua periode itu juga menyarankan agar latihan budaya dan kesenian bagi generasi muda ini dibagi dalam lima kluster (zona). "Ini untuk memudahkan anak-anak kita berlatih di pendapa," pungkasnya.(dwi/kominfo)