bojonegorokab.go.id - Komisi Informasi Pusat membeberkan alasan dipilihnya Kabupaten Bojonegoro sebagai tempat dilaksanakannnya Hari Keterbukan Infosi Nasional (HKIN), dan sekaligus pelunciran Peraturan Komisi Informasi (Perki) No 1 Tahun 2018 tentang Standar Layanan Informasi Desa. Ketua Komisi Informasi Pusat Gede Prayana mengungkapkan berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pada tahun 2018 lalu, ada dua desa di Indonesia yang masuk sebagai nominasi desa nasional yang melaksanakan keterbukaan informasi. Yakni Desa Pejambon, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro, dan salah satu desa di Provinsi Riau. "Jadi alasannya, desa di Bojonegoro sudah menerapkan keterbukaan informasi," tegasnya saat jumpa pers usai launching Perki No1 tahun 2018 di Ruang Angling Dharma Pemkab Bojonegoro, Kamis (20/6/2019). Peringatan HKIN ini telah diperingati setiap tanggal 30 April sejak disahkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. "Pemilihan Bojonegoro sebagai tempat HKIN dan launching HKIN ini juga atas kesepakatan temen-temen komisi informasi provinsi seluruh Indonesia," tegasnya. Dijelaskan standar pelayanan informasi desa sesuai Perki No1 Tahun 2018 ini tetap mengacu UU No14/2018. Prinsipnya membuka seluas-luasnya tentang informasi pubkik, tapi dengan satu tarikan garis pembatas yang disebut dengan informasi pengecualian. Atau bahasa hukumnya informasi tertutup. "Jadi tidak semua informasi harus terbuka. Misalnya menyangkut pertahanan negara, pertahanan ekonomi. Semua sudah jelas diatur di situ," tuturnya. Secara umum menurut teori ilmiah, lanjut Gede, transparansi dan akuntabilitas yang menjadi ruh dari keterbukaan informasi ini dapat mencegah praktik korupsi. "Start awal dari pencegahan korupsi itu adalah transparansi dan akuntabilitas. Karena itu kita sering koordinasi dengan komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi," Sekjen Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rosarita Niken Widiastuti, menambahkan, perkembangan informasi sekarang ini sangat pesat. Semua orang sekarang menjadi pemilik informasi. Kondisi tersebut berbeda dengan beberapa tahun lalu. Informasi yang didadapat sudah terverifikasi. Artinya, informasi yang diberikan media sudah diverifikasi melalui tataran redaktur hingga peminpin redaksi. "Sekarang informasi bisa dari siapa saja. Utamanya informasi di media sosial atau medsos. Padahal tidak sepenuhnya informasi itu benar," ujarnya. Oleh karena itu, diperlukan aturan yang mengatur agar informasi yang diberikan dapat dibertanggungjawabkan. Diantaranya melalui UU EIT, dan standart layanan informasi publik desa. "Terbuka tapi harus bertanggungjawab. Seperti kebebasan pers tetap ada batasannya, yang diatur dalam UU Pers," tandasnya. Menurutnya, keterbukaan informasi dan Perki tantang standar layanan informasi desa ini sejalan dengan UU No6 tahun 2014 tentang desa. Dalam regulasi tersebut semua desa diwajibkan melaksanakan sistim informasi desa (SID) yang pengelolaannya dilakukan oleh desa. Tujuannya memudahkan masyarakat mengakses informasi. "Dan Pemda berkewajiban mengembangkannya untuk memperkuat sistem infornasi desa," tegasnya. (Dwi/Kominfo)