Masyarakat Bojonegoro Makin Sadar Pentingnya ASI Eksklusif untuk Buah Hati
Bojonegorokab.go.id - Masyarakat Bojonegoro kini semakin sadar akan pentingnya ASI eksklusif bagi buah hati. Angka cakupan pemberian ASI eksklusif di Bojonegoro saat ini telah mencapai 93 persen, melampaui target sebesar 90 persen.
Hal ini diungkapkan oleh Dini Nurulia, ahli gizi dari Dinas Kesehatan Kabuaten Bojonegoro pada acara talkshow SAPA Malowopati FM Jumat (8/8/2025). Talkshow tersebut dalam
rangka memperingati Pekan Menyusui Sedunia 2025 dengan tema “Empower Parents, Enable Breastfeeding, Now and for the Future”.
Selain Dini Nurulia, hadir juga sebagai narasumber dr. Mahrunnisa An Nashr selaku Pengurus Ikatan Konselor Menyusui Indonesia (IKMI) Pusat dan Jatim.
Pada talkshow tersebut, Dini menyampaikan bahwa angka cakupan pemberian ASI telah melampaui target. “Tapi tantangan tetap ada, terutama pada ibu-ibu muda yang baru pertama kali menyusui,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa Dinas Kesehatan terus menguatkan pendekatan promotif dan preventif melalui edukasi kepada ibu hamil sejak dini. Mulai dari pentingnya inisiasi menyusu dini (IMD), posisi dan pelekatan menyusui yang benar, hingga prinsip produksi ASI.
Dukungan juga diberikan melalui pelatihan kader Posyandu dan tenaga kesehatan tingkat pertama secara rutin setiap tahun, selama tiga hari dengan praktik langsung.
Namun, ia juga menjelaskan salah satu tantangan di lapangan adalah miskonsepsi umum tentang menyusui. Banyak ibu merasa panik karena ASI belum keluar pada tiga hari pertama pasca melahirkan. “Padahal itu normal. Yang penting adalah pendampingan sejak awal agar ibu tidak merasa sendiri dan tahu harus bagaimana,” ujarnya.
dr. Mahrunnisa menambahkan bahwa menyusui adalah proses fisiologis alami, namun tidak serta merta mudah bagi setiap ibu. Oleh karena itu, keberhasilan menyusui sangat tergantung pada sistem dukungan yang diberikan kepada ibu, bukan hanya dalam bentuk informasi, tetapi juga pendampingan emosional dan praktis.
“Seorang ibu tidak bisa dibiarkan berjuang sendirian. Support system itu kunci utama keberhasilan menyusui. Ketika dukungan optimal, ibu akan merasa nyaman, lebih percaya diri, dan mampu mengatasi tantangan menyusui yang muncul,” tuturnya.
Ia memaparkan bahwa dukungan harus dimulai dari orang terdekat, yakni suami dan keluarga inti. Peran suami sangat vital, tidak hanya sebagai penyemangat, tapi juga sebagai mitra yang aktif dalam membantu ibu menyusui. Di sisi lain, tempat kerja juga harus menyediakan ruang dan waktu yang mendukung ibu menyusui, seperti ruang laktasi dan jadwal istirahat menyusui. Lingkungan kesehatan, termasuk tenaga medis dan masyarakat sekitar, juga memiliki peran strategis dalam membentuk lingkungan yang pro-ASI.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan agar calon ibu mendapatkan pendampingan konseling menyusui minimal tujuh kali. Tiga di antaranya dilakukan saat masa kehamilan. Tujuannya adalah membekali ibu dengan pengetahuan yang tepat sejak awal, agar mereka lebih siap dan percaya diri ketika menghadapi proses menyusui. “Ini bukan sekadar teori, tapi pengalaman nyata yang menentukan keberhasilan atau kegagalan ibu menyusui,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa banyak ibu yang gagal menyusui bukan karena tidak mampu, melainkan karena tidak tahu caranya atau tidak mendapat bantuan saat dibutuhkan. Keluhan seperti nyeri, payudara bengkak, mastitis, atau bentuk puting yang tidak ideal sering membuat ibu menyerah terlalu cepat.
“Padahal semua ibu bisa menyusui. Bentuk puting bukan halangan. Yang penting adalah teknik menyusu pada bagian areola, bukan hanya di puting. Dengan trik dan dukungan yang tepat, semua ibu bisa menyusui,” jelasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa ASI bukan sekadar asupan makanan, melainkan investasi kesehatan dan kecerdasan anak dalam jangka panjang. “ASI tidak hanya mendukung tumbuh kembang optimal, tapi juga memperkuat sistem kekebalan tubuh anak dan mengurangi risiko berbagai penyakit. Bahkan, menyusui berkontribusi pada kualitas generasi bangsa ke depan,” ujarnya.
dr. Mahrunnisa juga menyoroti pentingnya edukasi laktasi yang komprehensif, termasuk mengajarkan ibu mengenali tanda lapar dan kenyang pada bayi, memahami lonjakan pertumbuhan (growth spurt), serta bagaimana merawat bayi pasca menyusui.
“Tanpa pemahaman ini, ibu bisa salah menilai kondisi bayi dan mengambil keputusan yang kurang tepat. Di sinilah pentingnya peran konselor menyusui dan tenaga pendamping laktasi,” pungkasnya.[zul/nn]