Semangat Pantang Menyerah Haniatul Musfiroh Gerakkan Usaha Kerajinan Jati di Kasiman-Bojonegoro

M. Khoirudin
18 Sep 2025
90 dilihat

Haniatul Musfiroh menunjukkan kerajinan jati produksinya di Kasiman, Bojonegoro/ Foto: Zulfi

Bojonegorokab.go.id - Suara gergaji kayu berpadu pukulan pelan alat pahat menjadi irama keseharian di rumah sederhana di Kecamatan Kasiman, Kabupaten Bojonegoro. Di rumah inilah Haniatul Musfiroh, perempuan yang sejak kecil akrab dengan aroma kayu jati, menggerakkan usaha kerajinan yang diwarisi dari ibundanya.

Usaha pembuatan aneka perabot rumah tangga dari kayu jati ini bermula pada tahun 2000. Bahan baku yang digunakan bukan sembarang jati, melainkan jati “gembol” dari tunggak pohon jati. Jati ini memiliki serat alami indah dan bernilai seni tinggi. Dari bahan mentah itulah tercipta meja, kursi, hingga almari yang dikerjakan sepenuhnya manual dengan dipotong, dibentuk, diukir, diamplas, lalu dipoles hingga mengilap.

Sejak kecil, Hani-sapaan akrabnya-tak pernah jauh dari aktivitas ibundanya. Ia sering duduk memperhatikan bagaimana kayu kaku bisa menjelma karya perabot indah. “Awalnya saya hanya melihat, lama-lama ikut membantu sepulang sekolah. Rasanya senang sekali, apalagi waktu pertama kali bisa membeli HP baru dari hasil kerja sendiri,” kenang Hani.

Namun, setelah ibunda berpulang, tanggung jawab besar itu jatuh ke pundaknya. Bersama sang suami, sejak 2012 mereka merintis usaha dengan nama sederhana “Pengrajin Sejati.” Nama ini dipilih karena lahir dari kesukaan, bukan ambisi besar. Dari tempat produksi yang kini beralamat di Jalan Rajawali Bandar, Batokan, Kasiman, Bojonegoro, mereka terus melanjutkan warisan keluarga.

Kini produk yang dihasilkan jauh lebih beragam. Tidak hanya furnitur besar, tetapi juga aneka kerajinan kecil seperti kotak tisu, wadah buah, tempat air mineral, lampu tidur, asbak, tempat payung, hingga miniatur kayu. Harganya pun variatif, mulai Rp15 ribu hingga ratusan ribu rupiah. Pengiriman pun dilakukan melalui ekspedisi lokal, sebuah pilihan sadar agar masyarakat sekitar juga ikut merasakan manfaat dari usaha ini.

Tak hanya itu, Hani dan suami juga berkomitmen membuka lapangan kerja bagi tetangga sekitar. Beberapa warga yang dulunya hanya menganggur kini bisa ikut membantu membuat kerajinan. Dengan begitu, usaha ini tidak hanya menjadi tumpuan keluarga, tetapi juga turut menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar.

Keteguhan itu membawa produknya dijual hingga luar Bojonegoro. Diantaranya dipasarkan hingga Sumatera, Kalimantan, bahkan Papua. Pencapaian itu tentu membanggakan, meski tak menutup mata bahwa perjalanan ini penuh pasang surut. “Dulu omzet bisa mencapai Rp25–30 juta per bulan, sekarang turun di kisaran Rp15–20 juta,” jelas Hani.

Meski begitu, semangatnya tak padam. Baginya, kerajinan kayu jati bukan sekadar soal angka, melainkan bagian dari identitas diri dan warisan yang harus dijaga. “Kadang rasanya berat, apalagi ketika pasar sepi. Tapi saya percaya usaha ini bukan sekadar pekerjaan, ini amanah keluarga,” tuturnya.

Lebih dari sekadar mencari nafkah, dari tangan Hani dan suami lahirlah karya seni yang merepresentasikan cinta, ketekunan, dan kebanggaan. Setiap produk jati yang dihasilkan membawa cerita panjang tentang perjuangan seorang ibu, warisan keluarga, dan daya tahan menghadapi perubahan zaman.

“Saya berharap kerajinan ini bisa terus berkembang, bukan hanya untuk keluarga saya, tetapi juga menjadi kebanggaan Kasiman dan Bojonegoro. Semoga masyarakat makin mencintai produk lokal, karena setiap karya punya cerita dan jiwa di dalamnya,” pungkas Hani penuh harap.[zul/nn]