Taman Inklusi Bojonegoro, Ruang Belajar Bersama Teman Tuli dan Teman Dengar

M. Khoirudin
05 Oct 2025
15 dilihat

Gita saat bercerita tentang aktivitasnya di Taman Inklusi, Desa Kauman, Kecamatan/Kabupaten Bojonegoro/Foto: Diba

Bojonegorokab.go.id – Sore itu, hujan turun membasahi tanah yang seharian kering. Di Taman Inklusi yang berada di Desa Kauman, Kecamatan/Kabupaten Bojonegoro, bangku mulai basah. Sekelompok anak dan remaja yang tengah bercengkerama harus bergegas meneduh mencari atap di kedai tak jauh dari situ.

Ya, kedai itu sederhana, atapnya bahkan bocor di satu sisi, membuat air hujan menetes deras ke lantai semen. Namun suasana di dalam tetap hangat, bukan karena ruangannya melainkan karena cerita yang mereka bawa.

Kedai itulah tempat teman tuli dan teman dengar berkreativitas. Actore Mediart, begitu kedai itu disebut. Di samping kedai, ada taman yang dikenal dengan Taman Inklusi. Taman yang diinisiasi Takim Kok Gito-Gito, seniman pantomim ini, memang bukan taman kota yang luas, namun halaman kedai yang sengaja dimanfaatkan untuk berkumpul dan berkreativitas. 

Teman dengar dengan segala kemampuan pendengaran sempurnanya mencoba memahami bahasa isyarat. Sementara teman tuli, yang disebut difabel karena memiliki kemampuan berbeda, belajar mengekspresikan diri dengan bahasanya. Ada kalanya salah paham muncul, tapi justru itulah yang memecah tawa. Mereka menyebutnya “bahasa salah paham,” bahasa yang mendekatkan, bukan menjauhkan.

Gita, salah satu teman tuli yang kini menjadi mentor bagi teman dengar, mengakui awalnya tidak percaya diri, bahkan canggung untuk memulai interaksi. Namun perlahan, ia berusaha mengakrabkan diri dengan anak-anak meski keterbatasan komunikasi kadang membuatnya berhenti sejenak. “Dengan adanya forum ini, saya merasa punya jembatan untuk belajar bersosialisasi di tengah masyarakat. Sekarang saya percaya tidak ada kata terlambat untuk belajar,” ujarnya dengan senyum penuh keyakinan.

Lebih dari sekadar tempat berkumpul, Taman Inklusi ini bisa menjadi model pembelajaran inklusi. Ada ruang belajar, ruang apresiasi, ruang ekonomi, ruang pengembangan, dan yang paling penting adalah ruang untuk berbagi perasaan. Di sini mereka berproses nyata menyuarakan kesetaraan bahwa teman tuli bisa menjadi subjek sebuah gagasan, asalkan masyarakat memberi kesempatan sekaligus ruang tanpa adanya perbedaan.

Suasana sederhana di kedai kecil itu, ditemani derasnya hujan yang menetes lewat atap bocor, menjadi saksi bagaimana inklusi sejati bekerja. Tidak dengan konsep yang rumit, tapi dengan kebersamaan, tawa, dan keberanian untuk saling memahami.

keberadaan Taman Inklusi Kauman ini bisa terus hidup, tumbuh, dan mendapat perhatian lebih luas. Tidak harus dalam bentuk besar, cukup ada fasilitasi sederhana yang membuat ruang ini semakin nyaman untuk siapa saja yang ingin belajar bersama.