Bhayangkari Bojonegoro Gelar Seminar Parenting, Tegaskan Perempuan Sebagai Sekolah Pertama di Era Digital

M. Khoirudin
29 Oct 2025
116 seen

Wakil Bupati Bojonegoro Nurul Azizah memberi sambutan di Seminar Parenting, Rabu (29/10/2025)/Foto: Diba

Bojonegorokab.go.id – Perempuan menjadi jangkar moral peradaban di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi. Penguatan peran perempuan ini menggema di Seminar Parenting bertema “Kiprah Ibu di Era Digital: Bangun Peradaban dengan Hati dan Teknologi”. Seminar ini diselenggarakan oleh Bhayangkari Cabang Bojonegoro, Rabu (29/10/2025) di ruang Angling Dharma lantai 2 gedung Pemkab Bojonegoro.

Ketua Bhayangkari Cabang Bojonegoro, Ny. Dita Afriyan, dengan penuh semangat menegaskan bahwa perempuan adalah “sekolah pertama” bagi anak-anaknya. Ia berharap para ibu Bhayangkari dapat menyebarkan ilmu yang diperoleh tentang parenting ini kepada masyarakat luar. “Jangan pernah lelah untuk belajar dan terus belajar, karena dari tangan-tangan ibu lahir generasi masa depan bangsa,” ujarnya, disambut tepuk tangan peserta.

Suasana ruang Angling Dharma pun terasa hangat. Para ibu bhayangkari, dengan seragam khas Bhayangkari berwarna merah muda, menyimak setiap penjelasan dengan mata berbinar. Mereka tak sekadar hadir sebagai peserta, melainkan sebagai para pendidik kehidupan.

Wakil Bupati Bojonegoro Nurul Azizah memberikan apresiasi dan menyebut kegiatan ini sebagai bagian penting dalam memperkuat ketahanan keluarga.

“Hari ini kita diberikan kesehatan dan kekuatan untuk berkumpul dalam rangka pencerahan qolbi bagi para ibu. Semoga momentum seminar ini menjadi upaya yang bermanfaat untuk seluruh ibu-ibu yang hadir,” tuturnya.

Lebih jauh, Wakil Bupati menekankan bahwa keberhasilan anak bukan ditentukan oleh materi, tetapi oleh doa dan kasih sayang seorang ibu.

“Keberhasilan anak itu bukan karena uang, bukan karena jabatan, tapi karena doa seorang ibu. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak,” tegasnya.

Sementara itu, dr. Aisah Dahlan, narasumber yang hadir mengajak peserta untuk mendidik dengan hati dan empati. Ia mengurai bahwa dunia digital tak seharusnya menjadi ancaman, melainkan sarana bagi orang tua untuk lebih dekat dengan anak, asalkan digunakan dengan kesadaran dan cinta.

“Teknologi itu ibarat pisau. Ia bisa melukai, tapi juga bisa menjadi alat kebaikan. Semua tergantung siapa yang memegangnya,” ujarnya lembut, mengundang banyak anggukan dari para peserta.

Lewat bahasa yang hangat dan kisah nyata yang menyentuh, dr. Aisah berhasil menghadirkan refleksi mendalam bahwa menjadi ibu di era digital bukan sekadar tentang mengikuti tren teknologi. Akan tetapi tentang menghadirkan hati dalam setiap proses mendidik anak.[fif/nn]