Lila Kavya Guru SMPN 5 Bojonegoro yang Inspiratif, Selalu Inovatif Merawat Seni Tradisi di Era Digital

M. Khoirudin
25 Nov 2025
71 dilihat

Lila Kavya Guru SMPN 5 Bojonegoro yang Inspiratif, Selalu Inovatif Merawat Seni Tradisi di Era Digital

Bojonegorokab.go.id – Sosok Nurlila seorang guru Bahasa Jawa dan Seni Budaya di SMPN 5 Bojonegoro menjadi potret nyata pendidik inspiratif. Ia bukan hanya mengajar di ruang kelas, tetapi juga menyalakan kembali cinta terhadap seni tradisi di hati para siswanya. 

Perempuan asal Desa Sidobandung, Kecamatan Balen ini akrab disapa Lila Kavya. Ia seorang guru yang juga dikenal sebagai sinden muda yang kerap tampil dalam berbagai kegiatan seni budaya, termasuk di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.

“Jadi guru dan sinden memang cita-cita dari kecil. Bersyukur keduanya bisa berjalan selaras,” ungkapnya.

Kecintaan Lila pada seni tradisi bukan hadir tiba-tiba. Lahir dari keluarga seniman, sejak kecil ia sering diajak sang ayah, pakdhe, dan budhe menghadiri pagelaran tayub di kampung. Dari pengalaman itulah ia “kepincut” pada dunia tembang Jawa. “Saya mulai ingin belajar nembang sejak sering ikut budhe menonton tayub,” kenangnya.

Bakat Lila sebenarnya mulai dilirik sejak remaja, namun ayahnya belum mengizinkan ia tampil di panggung karena usianya masih muda. Baru pada usia 15 tahun, ia benar-benar bisa mengeluarkan bakatnya. “Semua saya lakukan sejak SMP hingga kuliah,” ujarnya.

Sejak mengajar di SMPN 5 pada 2018, Lila memadukan perannya sebagai pendidik dan seniman. Ia mengelola pembelajaran intra maupun ekstrakurikuler yang semuanya berakar pada seni tradisi namun dikemas kontekstual dan dekat dengan dunia siswa.

Lila mengajak murid-murid menerjemahkan lagu asing ke dalam bahasa Jawa, membuat cover versi mereka, hingga mengapresiasi pagelaran seni daerah seperti pameran lukisan, ketoprak, dan sandur. Dari apresiasi, mereka diajak naik tingkat untuk berkarya.

Tahap demi tahap dibangun mulai dari memainkan naskah ketoprak, menulis dan memproduksi drama berbahasa Jawa. Tahun ini ia menyiapkan pagelaran drama tari berbahasa Jawa.

Ia juga mengenalkan kesenian oklik khas Bojonegoro, yang membawa anak-anak tampil di Bojonegoro Cross Culture bersama peserta dari Jepang, Jerman, Korea Selatan, dan Indonesia.

Di luar itu, Lila aktif menghidupkan seni Langen Beksan Bojonegaran, membuat konten digital aksara Jawa, hingga membimbing buku antologi cerkak karya siswa. Untuk karawitan, ia membuka ekstrakurikuler rutin setiap Kamis.

Tantangan terbesar baginya saat ini adalah stigma bahwa seni tradisi itu kuno. Lila mengatasinya dengan cara kreatif yakni mengawinkan musik modern dengan unsur tradisi, mentranskripsi film dan animasi ke aksara Jawa, hingga menerjemahkan dialog bahasa asing menjadi bahasa Jawa.

“Minat mereka meningkat. Banyak alumni masih konsultasi soal konten Jawa. Bahkan ada yang sudah pentas di luar Bojonegoro,” tuturnya bangga.

Saat ini, para siswa tengah menyiapkan pentas sandur menggunakan barang bekas sebagai instrumen musik, tari kontemporer bersama seniman Anang Setiawan, hingga pertunjukan pantomim bersama seniman Takim Kok Gito-Gito

Di bawah binaannya, para siswa meraih berbagai penghargaan, di antaranya Juara 2 & Juara 3 FLS2N cabang kreasi musik tradisi, Harapan 1 FLS2N kreasi musik tradisi, Juara 1 & 2 Pantomim Live Show Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, Finalis 10 Besar lomba Seblak Sampur (Langen Beksan Tayub) Kabupaten Bojonegoro,. Juga juara tiga penampilan pantomim di Festival Teater Pantomim Pelajar & Mahasiswa Nasional UNESA, Harapan 1 pantomim FLS2N tingkat kabupaten serta masih banyak lagi prestasi lainnya. 

Sementara itu, Lila sendiri pernah tampil di berbagai panggung bergengsi seperti Anjungan Jawa Timur TMII, Gedung Kesenian Cak Durasim Surabaya, serta pagelaran ketoprak bersama OPD Pemkab Bojonegoro di Kedungadem, Temayang, dan Tambakrejo. Ia juga pernah tampil dalam pertukaran budaya bersama mahasiswa Malaysia di Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo.

Di Hari Guru 25 November 2025 ini, Lila memiliki satu harapan besar yakni semakin banyak pendidik yang mau membuka ruang bagi murid untuk mencintai seni tradisi. “Meskipun dari konten digital sederhana, kita bisa memasukkan nilai-nilai tradisi ke dunia mereka. Tidak harus kaku pada pakem, yang penting ruhnya tersampaikan,” katanya.

Ia juga berharap dukungan pemangku kebijakan untuk memperkuat program seniman masuk sekolah. Menurutnya, program ini bisa menjadi jembatan yang lebih efektif untuk menemukan potensi siswa terhadap seni budaya.

Di tengah derasnya arus digital dan budaya populer, kehadiran sosok seperti Lila Kavya menjadi penanda bahwa seni tradisi tidak pernah benar-benar hilang. Ia hidup di ruang kelas, di hati para murid, dan di setiap panggung kecil tempat kreativitas tumbuh.

Selamat Hari Guru untuk para pendidik yang mengajarkan ilmu, sekaligus merawat jati diri bangsa.[zul/nn]